Pengadaan Sapi Madura Rp1,65 Miliar Dipertanyakan, DKPP Sumenep Dinilai Menutupi



MEDIA MATA BIND SUMENEP - Program pengadaan sapi Madura betina untuk 11 kelompok penerima dengan total anggaran Satu Miliar Enam Ratus Lima Puluh Juta Rupiah (Rp1.65 Miliar) dari APBD Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) Tahun 2024, kini menjadi sorotan publik. 

Alih-alih berjalan transparan, program tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar karena adanya ketidaksinkronan keterangan antara Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Sumenep dan Dinas Peternakan Jawa Timur. Sehingga, patut dinilai DKPP Sumenep menutupi atau tidak transparan. Selasa (2/12/2025)

Sebagaimana dokumen yang diterima tim media ini, program Pemprov Jatim tersebut mengatur spesifikasi detail, yakni; Sapi Madura betina berumur 18–36 bulan atau poel maksimal 2 pasang, dengan tinggi minimal 120 cm.

Namun, data lengkap 11 kelompok penerima beserta dokumen teknis justru tercatat di DKPP Sumenep, bukan di Dinas Peternakan Jawa Timur sebagaimana klaim pejabat daerah.

Kepala DKPP Sumenep, Chainur Rasyid, SE.,M.Si menyampaikan kepada publik bahwa program tersebut sepenuhnya di-handle oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. DKPP Sumenep disebut hanya "menerima informasi." Namun, keterangan itu dipertanyakan banyak pihak.

"Bagaimana bisa DKPP mengaku tidak terlibat, padahal data penerima, jumlah kelompok, hingga dokumen teknis justru ada di kantor mereka? Ini ada yang tidak beres,” kritik seorang aktivis.

Pernyataan pria tersebut bukan tanpa dasar. Bukti administrasi menunjukkan seluruh data penerima disetor dan ditandatangani pada tingkat kabupaten, bukan provinsi. 

"Artinya, DKPP Sumenep mengetahui dan ikut memproses, sehingga pernyataan “tidak menangani” terkesan upaya buang badan," ujar pria tersebut.

Ketidakselarasan keterangan pejabat memunculkan sejumlah dugaan yang kini ramai dibicarakan publik; mengapa DKPP Sumenep mengelak padahal dokumen penerima program ada di tangan mereka. Apakah ada masalah dalam pengadaan sapi, seperti kualitas tidak sesuai spesifikasi?!

Adakah sapi yang belum disalurkan atau tidak sesuai umur, tinggi, dan poel sebagaimana diatur. Mengapa kelompok masyarakat tidak mendapatkan informasi secara terbuka mengenai proses pengadaan?!

Menurut pria aktivis tersebut, program bantuan ternak menggunakan dana provinsi seharusnya dapat ditelusuri dengan jelas, karena melibatkan anggaran tidak kecil dan menyangkut keberlanjutan ekonomi peternak.

"Kondisi di lapangan justru mencerminkan sebaliknya; tebal anggaran, tipis transparansi. Minim Pengawasan, Rawan Konflik Kepentingan," ujarnya.

Selain itu, pengadaan ternak biasanya melibatkan pengecekan fisik, verifikasi kelompok, hingga penilaian kualitas hewan.

"Bila satu saja tahapan tidak transparan, maka potensi penyimpangan sangat besar mulai dari mark up harga, pengadaan sapi di bawah standar, hingga distribusi kelompok yang dipolitisasi," imbuhnya.

Lebih lanjut Pria aktivis menuturkan, sejumlah tokoh desa menyebutkan bahwa ada kelompok yang tiba-tiba tercantum sebagai penerima tanpa pernah mendapatkan sosialisasi. Sementara yang benar-benar membutuhkan, justru tidak mengetahui adanya program tersebut.

"Ini seperti proyek siluman. Dana besar, tapi tidak jelas prosesnya. Siapa yang menikmati?” tegasnya.

Sementara itu, pernyataan pihak DKPP Sumenep yang menyebut program ini adalah kewenangan provinsi, hal itu dinilai sebagai bentuk pengelakan tanggung jawab. Sebab, secara aturan, dinas kabupaten tetap memiliki peran, yakni melakukan verifikasi kelompok penerima, mengumpulkan data kebutuhan, melakukan pendampingan, serta memantau penyaluran.

"Jika data penerima berada di DKPP Sumenep, mustahil mereka tidak terlibat," tambahnya.

Yang menjadi pertanyaan besar publik saat ini, jika DKPP Sumenep tidak merasa bertanggung jawab, lalu siapa yang akan memastikan program Rp1,65 miliar itu bebas dari manipulasi?

Melihat ketidakwajaran tersebut, maka audit menyeluruh terhadap pengadaan sapi Madura tahun 2024, baik secara administrasi maupun fisik di lapangan.

Klarifikasi resmi dan tertulis dari DKPP Sumenep, bukan sekadar pernyataan lisan.

Pengungkapan daftar 11 kelompok penerima beserta kondisi sapi yang diberikan, termasuk umur, tinggi, dan poel.

Investigasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) bila ditemukan ketidaksesuaian spesifikasi atau alur distribusi.

Jika semua pihak saling lempar tangan, siapa yang menjamin tidak ada penyimpangan dalam program Rp.1,65 miliar ini. Selama pertanyaan itu belum dijawab, kecurigaan akan terus menguat, dan dugaan adanya praktik gelap dalam program sapi Madura betina akan semakin sulit dibantah.

(Ong)

Post a Comment

MEDIA MATA BIND

Lebih baru Lebih lama