MEDIA MATA BIND SUMENEP, - Meski bukan ahli bahasa, saya sangat meyakini bahwa konotasi tag line "Bismillah Melayani jilid II" yang diusung Bupati Fauzi mempunyai arti bahwa Bupati bersama anak buahnya dalam menjalankan pemerintahan akan berdedikasi, berjuang dan bekerja untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk di bidang kesehatan. Sabtu (28/6/2025)
Pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh masyarakat kecil termasuk saya, Bupati Fauzi ini akan Melayani siapa? Bekerja dan berjuang untuk siapa? Dan dedikasinya kepada siapa?
Kisah yang saya alami ini mungkin bukan hanya menimpa saya, mungkin sudah puluhan bahkan ratusan warga Lenteng yang mengalami hal serupa, mendapat pelayanan yang kurang memuaskan baik dari tenaga medis maupun non medis.
Saya ingin memulai tulisan ini dengan pengalaman buruk ketika saya mengantarkan istri ke Puskesmas Lenteng untuk melakukan pemeriksaan kandungan (chek lab) atas perintah bidan desa jambu bukan atas permintaan sendiri.
Ketika sampai di puskesmas Lenteng, awalnya normal berjalan seperti biasa, jelang 15 menit tiba-tiba saya di telpon oleh istri dan diminta hadir ke petugas pendaftaran, katanya ada sedikit masalah dengan kartu BPJS nya.
Tanpa fikir panjang saya menghampiri kedua petugas tersebut dan saya menanyakan apa yang menjadi kendala, kedua petugas tersebut menjelaskan bahwa BPJS saya tidak bisa digunakan karena faskesnya bukan puskesmas Lenteng tapi dokter Erliyati.
Kata petugasnya, kalau tetap mau menggunakan faskes Puskesmas Lenteng harus dirubah dahulu atau BAYAR, demikian kira-kira yang di ucapkan kedua petugas tersebut.
Dalam situasi seperti ini saya tidak bisa diam begitu saja. Tapi di sisi lain saya harus diam memahami. Saya berupaya untuk lebih tenang meski sedikit tersulut emosi.
Saya memilih tidak berdebat panjang persoalan ini, saya memilih langsung mau bayar (meskipun mereka tidak jadi minta bayaran), yang penting istri saya dilayani dengan baik dan akhirnya saya keluar cari warung kopi.
Sampai di warung kopi saya sempat berfikir, apakah ini dampak dari perang di timur tengah, sehingga petugas pendaftaran di puskesmas Lenteng ikut-ikutan agak terganggu psikologisnya?
Mereka langsung menjustice kalau BPJS saya tidak bisa digunakan lantaran faskesnya bukan puskesmas setempat dan langsung memvonis kalau tetap mau menggunakan layanan di puskesmas tersebut harus bayar, tapi sudahlah yang lalu biarlah berlalu yang penting saya bisa minum kopi biar fikiran bisa tenang kembali.
Kurang lebih 2 jam menikmati kopi, saya kembali di telepon istri dan diminta hadir ke ruang pemeriksaan kehamilan, tiba diruangan tersebut disitulah emosi saya meledak karena melihat istri dalam keadaan menangis.
Saya bertanya kepada istri kenapa menangis? Kata istri saya dia "dikeroyok" kata-kata oleh petugas medis disana, dia diberondong beberapa pertanyaan yang seolah-olah memojokkan istri saya, bahkan salah satu petugas menuduh istri saya yang melaporkan kejadian di puskesmas kepala desa jambu, padahal istri tidak pernah cerita kepada siapapun.
Katanya petugas disana ditelpon oleh kepala desa jambu dan mempertanyakan kenapa harus bayar?, padahal istri saya tidak cerita kepada siapapun, kenapa istri saya yang disalahkan dan dituduh melapor kepada Kepala Desa Jambu?
Sampai saat ini keadaan istri masih tidak stabil dan syok, dia tidak mau lagi berhubungan dengan yang namanya Puskesmas Lenteng.
Mengakhiri catatan saya, kalau sampai terjadi apa-apa dengan istri saya dan janin yang berada dalam kandungannya akibat insiden di puskesmas lenteng tersebut saya tidak akan tinggal diam, nyawa saya adalah taruhannya.
(Ong)
إرسال تعليق
MEDIA MATA BIND