MEDIA MATA BIND BALI-Buleleng,- Ketidakprofesionalan oknum aparat penegak hukum (kepolisian) dalam penanganan suatu kasus, merupakan tindak kelalaian dan pelanggaran hukum yang dapat berdampak pada konsekuensi hukum terhadap pelaku, serta dapat merusak citra dan reputasi institusi kepolisian dihadapan masyarakat.
"Dugaan ketidakprofesionalan oknum kepolisian dengan melakukan tindak kelalaian kembali menjadi sorotan publik, yang mana seorang nenek berusia 67 tahun, Hawasiah, karena laporan kasus dugaan penggelapan dan penipuan yang tak kunjung ditangani secara serius oleh pihak kepolisian, sehingga menyebabkan Hawasiah kehilangan tempat tinggal sejak tahun 2014," ujar Gita Kusuma Mega Putra, kuasa hukum dari PBH FERADI WPI, Kamis (8/5/2025)
Menurut Gita Kusuma, kasus nenek Hawasiah ini bermula ketika Hawasiah melaporkan peristiwa penggelapan dan penipuan yang terjadi di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
Namun, menurut pengakuan Hawasiah, laporan tersebut hanya diterima secara administratif dan tidak pernah ditindaklanjuti.
Semboyan Kepolisian Rastra Sewakottama yang berarti Polri sebagai abdi utama nusa dan bangsa, serta slogan Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan), dinilai hanya menjadi kata-kata tanpa makna bagi dirinya.
"Selalu dibilang sedang diproses, tapi tidak pernah ada kejelasan sampai akhirnya diberitahu bahwa laporan saya dianggap kadaluarsa,” ujar Hawasiah, sambil menunjukkan surat keterangan B/21/IV/2025/Reskrim. Kini, Hawasiah tinggal sementara di rumah salah satu kerabatnya.
Akibat tidak ditanganinya kasus tersebut dengan tepat waktu, hak hukum Hawasiah atas rumah tersebut dianggap gugur dan kini telah beralih tangan melalui proses lelang.
Kini, nasib Hawasiah dengan kehidupan dalam ketidakpastian. Sejak kehilangan rumahnya, Hawasiah hidup berpindah-pindah, menumpang dari rumah ke rumah, tanpa kepastian hukum dan perlindungan yang semestinya ia dapatkan sebagai warga negara.
"Saya sudah tua, seharusnya menikmati hari tua, bukan menghadapi ketidakadilan seperti ini," tutur Hawasiah lirih.
Ketua Umum FERADI WPI, Adv. Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md., C.PFW, menyebut bahwa kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
"Ini bentuk nyata kelalaian oknum aparat yang berujung pada hilangnya hak atas tempat tinggal warga negara. Hal ini tidak bisa dibiarkan," tegasnya.
Menanggapi hal ini, Polda Bali menyatakan akan melakukan evaluasi internal. Dalam pernyataan resminya, Kombes Pol I Ketut Agus Kusmayadi menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen menindaklanjuti jika ditemukan pelanggaran etik atau prosedural oleh anggota.
PBH FERADI WPI kini secara resmi mendampingi Hawasiah untuk mengajukan laporan baru, meminta perlindungan hukum, dan menuntut pertanggungjawaban dari oknum yang terlibat.
"Tidak ada kata terlambat untuk keadilan. Kami ingin Ibu Hawasiah mendapatkan kembali haknya, atau setidaknya memperoleh ganti rugi dan jaminan perlindungan dari negara," pungkas Gita Kusuma Mega Putra, kuasa hukum dari PBH FERADI WPI.
(Ong/rekan)
إرسال تعليق
MEDIA MATA BIND